Bireuen – Di usianya yang telah melewati setengah abad, BH (52) mungkin tak lagi sekuat dulu. Namun, demi menopang hidup di tengah keterbatasan ekonomi, ia memilih jalan yang berisiko tinggi: menjadi penjaga sekaligus pemanen ladang ganja di pedalaman Desa Alue Glumpang, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen.
Kisah BH terungkap setelah tim Satresnarkoba Polres Bireuen menggerebek kebun ganja yang ia rawat bersama seorang rekannya, Rabu, 8 Oktober 2025. Dari tempat itu, polisi menyita 154 kilogram ganja kering, sebuah mesin press, dan timbangan digital — peralatan sederhana namun menunjukkan skala bisnis yang cukup serius.
Kapolres Bireuen, AKBP Tuschad Cipta Herdani, menjelaskan bahwa operasi ini bukanlah hasil patroli biasa, melainkan penyelidikan yang berawal dari laporan warga. “Masyarakat mulai curiga karena sering terlihat orang membawa karung besar ke dalam hutan pada malam hari,” kata Tuschad.
Polisi kemudian membentuk tim gabungan yang bergerak secara senyap ke lokasi. Setibanya di sana, dua pria tengah memotong batang ganja yang sudah siap panen. Dalam hitungan menit, satu orang kabur ke arah bukit, sementara BH tertangkap di tempat.
Dari hasil penyisiran, petugas menemukan ladang seluas dua hektare dengan 4.200 batang ganja. Keesokan harinya, hampir seluruh batang ganja dibakar di lokasi. Hanya lima batang yang dibawa ke Polres sebagai barang bukti untuk uji laboratorium.
Di pondok tempat BH ditangkap, polisi juga mendapati ganja kering yang telah dijemur rapi di atas terpal. Di sudut ruangan, berdiri mesin press manual yang biasa digunakan untuk mengemas daun ganja menjadi bal. “Dari sini terlihat aktivitas produksi berjalan rutin, bukan sekali panen,” ujar Tuschad.
Dalam pemeriksaan awal, BH mengaku bekerja atas perintah seseorang yang menjanjikan upah tetap setiap kali masa panen tiba. Namun, ia enggan menyebut nama pemilik ladang. Polisi menduga, jaringan pengelola kebun itu memiliki keterkaitan dengan sindikat peredaran ganja lintas kabupaten.
Kasus ini kembali membuka realitas getir di pedalaman Aceh: bagaimana sebagian warga yang terdesak ekonomi beralih menanam ganja karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan tanaman pangan. “Kami tidak hanya akan menindak, tapi juga mendorong pendekatan sosial agar masyarakat tidak lagi bergantung pada ganja sebagai sumber penghasilan,” ujar Tuschad menegaskan.
Kini, BH mendekam di sel tahanan Polres Bireuen, menanti proses hukum yang akan menjeratnya dengan ancaman pidana belasan tahun. Sementara, di ladang yang pernah ia rawat, hanya tersisa abu batang ganja yang hangus terbakar – jejak bisu dari harapan yang salah arah.(*)

 
							










