Banda Aceh – Ratusan Tenaga Kesehatan (Nakes) yaitu, perawat, bidan, tenaga administrasi, dan profesi kesehatan lainnya di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, menggelar aksi demonstrasi di lapangan apel rumah sakit, Kamis 18 September 2025.
Mereka menuntut keadilan terhadap pemotongan pembayaran imbalan jasa (remunerasi) yang dilakukan pihak manajemen rumah sakit.
Alasannya, karena tidak sesuai dengan formula pembagian resmi, yakni berdasarkan masa kerja, tingkat pendidikan, dan kinerja pegawai.
Mereka mengaku, isu pemotongan tersebut dilakukan karena intruksi dari Pelaksana Harian (Plh) Direktur RSUDZA untuk menaikkan jasa medis tenaga kontrak yang menerima di bawah Rp2 juta.
Kebijakan tersebut kata mereka hanya menyasar profesi selain dokter spesialis, sehingga memicu kekecewaan pegawai.
Salah seorang perwakilan perawat senior RSUDZA yang tidak ingin disebut namanya mengaku, ketidakadilan yang dirasakan sudah berlangsung lama dari tahun 2020 atau sebelum Covid-19 hingga sekarang.
“Dibayarnya memang rutin, pemotongan juga rutin, bahkan jadwal jaga malam adik-adik dulu dibuat terpisah, sekarang sudah disatukan. Jadi kita tidak tahu lagi siapa yang ada jaga dan tidak jaga malam,” ujar perwakilan perawat tersebut ke media ini.
Mereka menegaskan, menuntut transparansi terhadap pemotongan honor mereka, sehingga mereka mengetahui berapa jumlah honor yang dipotong.
Pihaknya juga mengaku, bahkan adanya ketidakadilan antara tenaga kerja biasa seperti perawat, dan dokter spesialis.
Ini berdasarkan pengakuan mereka meski dokter dan perawat sama-sama bekerja dalam ruangan yang sama, namun honor yang masuk hanya untuk dokter saja, sedangkan perawat dapat pemotongan.
“Seperti kasus kemoterapi, yang terkena efek dari obat kemo perawat, tapi yang bayarannya tinggi itu dokter,” ujar perawat yang satunya lagi.
Sebab itu mereka menuntut keadilan dalam kenaikan jasa pelayanan bagi perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain, serta administrasi, meminta Transparansi dalam pembayaran jasa pelayanan,.
Dan menuntut penghentian pemotongan remunerasi yang dinilai merugikan.
“Kami tidak ingin hanya menjadi pahlawan tanpa jasa. Kerja kami 24 jam, tapi jasa pelayanan yang kami terima belum layak. Tolong perhatikan nasib kami perawat, bidan, nakes lainnya, dan tenaga administrasi,” ujarnya.
Tak hanya itu, mereka juga menuntut pembubaran tim remunerasi yang dianggap tidak adil, serta tindakan tegas terhadap pimpinan yang tidak mampu membawa perubahan.
“Sudah cukup kami dibuai dengan janji-janji manis, kenyataannya pahit yang kami terima. Kami tidak butuh janji, kami butuh aksi nyata. RSUDZA ini bukan milik segelintir orang, tapi berdiri karena kerja kami semua,” tambahnya.
Sementara itu, Pelaksana Harian (PLH) RSUDZA, Arifatul Khorida, menegaskan pihaknya telah melakukan pembayaran secara rutin, namun karena ada perubahan kebijakan dari rumah sakit, BPJS, maka menjadi beberapa hal yang menjadi kendala terhadap pembayaran.
Pihaknya juga akan menindaklanjuti setiap aspirasi yang disampaikan pihak Nakes tersebut.
“Ini akan kita bentukkan tim review terkait aspirasi kawan-kawan, dan kami tunggu nama kawan-kawan semua yang akan menjadi koordinator masing-masing divisi,” ujar Arifatul kepada insan pers.
Arifatul Khorida juga didampingi, Wakil Direktur (Wadir) Pelayanan, Mahrojal, Wadir Administrasi Abdul Fatah dan Bendahara RSUDZA, Mukhlis.
Di sisi lain, pihak nakes menegaskan, jika dalam kurun waktu beberapa hari kedepan aspirasinya tidak ditindaklanjuti, maka semua Nakes di RSUDZA akan lakukan mogok kerja.
“Katanya akan ada kejelasan hari Senin ini, kita lihat nanti. Jika memang tidak ada perubahan, maka kami semua Nakes akan melakukan aksi mogok kerja,” tegas seorang Nakes yang tak ingin disebut namanya.
Sumber: modusaceh.co
Foto: @ragiljulianda

 
							










