JAKARTA — Sebagian besar kawasan industri yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Nasional belum dimanfaatkan secara optimal. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat lebih dari 90 persen lahan kawasan industri yang tersedia belum digunakan, sehingga membuka peluang investasi yang sangat besar.
Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana, menyampaikan hal tersebut dalam Dialog Nasional Musyawarah Nasional IX Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia yang berlangsung di Kuningan, Jakarta, Kamis (19/6/2025).
“Padahal ruangnya sudah tersedia dalam tata ruang, tetapi tantangan kita ada pada sisi eksekusi. Mulai dari izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), kesiapan RDTR, hingga penguasaan lahannya,” kata Suyus.
Data Kementerian ATR/BPN menunjukkan bahwa di Sumatera, dari total 185.412 hektare kawasan industri yang telah ditetapkan, baru sekitar 13.000 hektare atau 7 persen yang dimanfaatkan. Sementara di Pulau Jawa, dari 350.539 hektare, baru 34.000 hektare (9,75 persen) yang digunakan.
Menurut Suyus, pemerintah terus mendorong percepatan penyusunan dan digitalisasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), serta integrasinya ke dalam sistem perizinan terpusat Online Single Submission (OSS). Hingga pertengahan 2025, baru 367 RDTR yang terintegrasi dari target nasional sebanyak 2.000 RDTR.
“Ini menjadi prioritas strategis dalam mendukung pertumbuhan investasi dan pemerataan pembangunan wilayah,” ujarnya.
Guna mengatasi berbagai tantangan tersebut, Kementerian ATR/BPN memberikan dukungan konkret kepada pemerintah daerah, termasuk alokasi anggaran dan bantuan teknis penyusunan RDTR. Langkah ini diharapkan mampu mempercepat pemanfaatan kawasan industri yang telah disiapkan di berbagai wilayah Indonesia.(*)