Kriminal

Skandal Cuci Tangan Rp43,7 Miliar: Tiga Pejabat Aceh Ditahan, Proyek Pandemi Ternyata Penuh Korupsi

215
×

Skandal Cuci Tangan Rp43,7 Miliar: Tiga Pejabat Aceh Ditahan, Proyek Pandemi Ternyata Penuh Korupsi

Sebarkan artikel ini

Banda Aceh – Skandal korupsi besar yang mengejutkan masyarakat Aceh akhirnya memasuki babak baru. Tiga pejabat Dinas Pendidikan Aceh ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah terbukti terlibat dalam penggelapan anggaran pengadaan tempat cuci tangan senilai Rp43,7 miliar—proyek yang seharusnya menjadi garda terdepan melawan pandemi COVID-19.

Para tersangka yang kini mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Banda Aceh, adalah Rahmat Fitri, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); Zulfahmi, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK); dan Mukhlis, Pejabat Pengadaan. Mereka ditahan selama 20 hari guna memudahkan proses penyidikan lebih lanjut.

Kasus ini mencuat setelah penyidik Polda Aceh menemukan kejanggalan dalam proyek yang seharusnya memberikan perlindungan kesehatan bagi ribuan siswa di seluruh Aceh. Alih-alih menjalankan proyek dengan benar, para tersangka justru memecah-mecah paket pekerjaan untuk menghindari pelelangan, melakukan pengerjaan yang tidak sesuai kontrak, hingga menciptakan proyek fiktif.

“Kami menemukan barang bukti berupa uang tunai lebih dari Rp3,4 miliar serta dokumen-dokumen yang mendukung adanya pelanggaran serius dalam proyek ini,” ungkap Ali Rasab Lubis, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, saat konferensi pers di Banda Aceh.

Pengadaan tempat cuci tangan ini awalnya didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020 sebagai respons terhadap pandemi. Namun, niat mulia ini berubah menjadi ajang memperkaya diri bagi para tersangka. Masyarakat Aceh yang semula berharap proyek ini akan membantu melawan pandemi kini kecewa mendapati uang mereka justru dikorupsi.

Dalam waktu dekat, JPU akan menyusun dakwaan resmi untuk dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi. Proses persidangan yang akan datang diharapkan mampu mengungkap lebih dalam praktik korupsi di balik proyek yang awalnya bertujuan mulia ini.

Foto: Humas Kejati Aceh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *